Literasi Hari Sumpah Pemuda



Pesan Pohon untuk Pemuda Indonesia


Salam kenal, para pemuda penerus bangsa. Aku tahu, kalian mungkin terheran siapa aku, darimana asalku, apa tujuanku dan banyak pertanyaan lain yang tersimpan di benak kalian. Tetapi maaf, menurutku itu semua bukanlah hal yang perlu kalian tahu. Aku hanya ingin kalian mengerti dan memahami pesan seperti judul cerita ini.

Baiklah, perkenalkan. Namaku Tararori. Awal tahun 80-an, sekelompok orang beramai- ramai menanamku di suatu taman di pusat kota. Seingatku, mereka menanamku dalam rangka memperingati Hari Bumi, bersama dengan pohon-pohon lainnya. Kala itu, aku hanyalah bibit yang baru saja menyatu dengan tanah, ditambah pupuk, kemudian diberi air. Tetapi semenjak itu, aku resmi menjadi saksi bisu dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia di sekitarku.

Hari itu, teringat jelas di pikiranku, para pemuda-pemudi bersorak sorai ketika acara berakhir. Seolah mereka sangat bahagia telah membantu menjaga bumi dengan menanam kami. Melihat itu semua, aku turut merasa senang karena aku merasa mungkin akan bermanfaat di masa depan. Namun di sisi lain, sebenarnya aku iri dengan mereka para manusia. Aku iri karena mereka terlahir sebagai manusia, yang bisa melakukan banyak hal untuk kehidupannya, tidak seperti aku yang hanyalah sebatang pohon yang disinggahi saat-saat tertentu saja. Tetapi aku tetap mencoba untuk bersyukur.

Waktu pun berlalu dengan cepat. Tanpa terasa, tinggi ku telah mencapai 3 meter. Ukuran yang cukup besar untuk pohon sejenisku. Dibanding dengan pohon lain, kurasa aku tergolong cukup berdaun lebat, dan mungkin itu alasan mengapa manusia sering melakukan aktivitas dibawah teduhan dahan-dahanku.

Suatu hari di bulan Oktober, aku tidak ingat pasti tanggalnya, tetapi sekitar akhir bulan. Hari itu, terik sinar matahari menerobos daun-daunku melalui celah ranting. Suasana itu bertepatan dengan sebuah acara yang diadakan di taman tempatku ditanam. Tampak sekelompok pemuda pemudi yang mengikatkan tali berwarna merah putih di kepalanya. Juga terdapat panggung kecil yang cukup meriah dan bertuliskan HARI SUMPAH PEMUDA. Sejujurnya, aku tidak mengerti apa maksud acara itu, tapi kulihat para pemuda itu sangat berantusias mengikutinya. Aku dibuat takjub dan puncaknya adalah saat mereka membacakan semacam ikrar yang mereka sebut “Sumpah Pemuda”

Sungguh, mereka menyebutkannya dengan sangat lantang dan menawan. Aku benar-benar dibuat takjub oleh getaran suara yang dihasilkan oleh pemuda-pemudi itu. Sejak saat itu aku sangat mengangumi kekompakan pemuda Indonesia, dan cara mereka untuk menjaga bangsa dan negara nya. Hari itu pun aku memanjatkan doa, agar semoga tahun depan kelak aku akan kembali meyaksikan kejadian yang sama dengan antusiasme yang lebih dari tahun ini.

Waktu berjalan dengan cepat, dan tibalah kembali di bulan Oktober. Belajar dari pengalaman,kini aku menghitung tanggal agar mengetahui tanggal berapa hari itu diperingati. Hingga akhirnya kutahu, 28 Oktober adalah jawabannya. Tuhan mengabulkan doaku untuk kembali menyaksikan kejadian yang sama, pemuda-pemudi yang tak bosan mengikrarkan hal yang sama setiap tahunnya. Sungguh tinggi jiwa dan rasa nasionalisme mereka, para pemuda Indonesia.

Seiring tahun, windu, dasawarsa pun berlalu. Aku memang tak berhenti dibuat kagum oleh jiwa nasionalisme mereka yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun akhirnya aku menyadari ternyata semakin lama setelah generasinya berubah, jiwa nasionalisme itu semakin terkikis. Kurasa, aku menyadari hal ini sejak awal tahun 2000an.

Apabila dulu para pemuda-pemudi itu beramai-ramai datang pada acara nasional untung sekedar merayakannya, kini acara itu berkurang, dan bahkan semakin lama setiap acara menghilang satu per satu. Hal itu tentu membuat ku sangat bersedih. Aku merasa kecewa terhadap generasi terbaru. Kurasa mereka terpengaruh sesuatu, yang mereka sebut arus globalisasi, modernisasi, dan westernisasi.

Tetapi dari sekian kejadian yang mengecewakanku, yang paling menyedihkan adalah kejadian 5 hari yang lalu, tepatnya 28 Oktober 2017. Hari itu, tidak satupun pemuda atau pemudi datang ke taman untung menggelar acara seperti biasanya. Kurasa mungkin mereka, para generasi baru, tidak menyatakan hari itu sebagai hari penting. Sungguh bertolak belakang dengan generasi yang menanamku dulu.

Oleh karena itu, disinilah aku sekarang. Menulis surat ini untuk sekedar memberitahu kepada kalian para generasi penerus bangsa. Aku hanya ingin kalian tahu, perbedaan generasi saat ini dengan yang dulu sungguh sangat signifikan. Aku tidak melihat jiwa nasionalisme terpancar dari pemuda-pemudi saat ini. Yang kutahu kalian hanya hilir mudik tanpa terlepas dari genggaman telepon kalian. Tujuanku menulis surat ini adalah agar kalian sadar, walaupun mungkin tidak sepenuhnya, minimal aku bisa membuka mata para pemuda yang masih memiliki rasa cinta untuk bangsa kita Indonesia.

Jadi, teruntuk kalian para generasi penerus bangsa, kalian harapan ku satu-satunya. Jika bukan kalian, siapa lagi yang akan melakukannya? Tidak mungkin aku dan teman – teman pohon ku melakukan itu semua. Aku mohon, kembali tunjukan padaku jiwa nasionalisme kalian dengan bangga, seperti pemuda Indonesia yang sebenarnya!

Sekian surat ku untuk kalian, semoga kelak kalian tersadar. Terimakasih telah membaca, Salam Pemuda Indonesia!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekolahku, Rumahku

Bebas